Murid Kelas Satu - Puisi
seorang gadis terisak pelan dengan pipinya dibuai lembut hujan bulan Juni.
Sapardi tak keliru, hujan bulan Juni mengandung rindu,
membelenggu kesendirian bermandi cahaya purnama di bawah cakrawala.
Sang gadis perlahan mengatur nafasnya,
pelan-pelan matanya terpejam, tak main-main rindu semakin menggebu-gebu,
bak sang raja siang kembali ke peraduan terburu-buru, kala kita menikmati senjanya sore itu.
Ketika insomnia menyerang, imajinasi kembali bersarang.
Insomnia seolah tak kenal lelah merecoki alam bawah sadar sang gadis
Seperti sebuah ritual, dirinya akan hanyut bermain bersama fantasi.
Tak ada saksi, segala membisu, hanya dirinya dalam imajinasi mencoba mengitari dunia tanpa sisi.
Perasaannya tak menentu, semacam gelora rindu yang menyeru.
Tiba-tiba saja ia rindu menjadi anak kelas satu.
Di sebuah sekolah dasar dia disambut sebagai murid baru.
Sang gadis rindu menjadi lugu, tersipu malu-malu di hadapan guru,
dan tersenyum pada teman-teman baru.
Nostalgia yang tidak kenal waktu, masih saja mengganggu meski malam sudah berlalu,
berganti menjadi subuh maka hari bukan lagi Rabu.
Dengan masih menyisahkan butiran permata bening di pelupuk mata,
ia sekali lagi mencoba membenamkan diri.
'Tak bisa tidur...' bisiknya pada diri sendiri.
Waktu sudah hampir pukul 4 pagi tapi angannya masih belum kembali,
bermain jauh ke kota kecil di pulau Sumatra, hingga dini hari semakin lupa diri.
Sang gadis beranjak dewasa, tapi jiwanya masih terperangkap dalam kotak nostalgia.
Merindu tiap kenangan, menanti sebuah kenyataan.
Jatinangor, 18 Juni 2020
goresan tangan devi Simbolon