Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

Perasaan yang lupa kau tuai - Puisi

Lama tak bermain dengan kata-kata Jelas terasa sangat nyata Apa gerangan, masih ku belum berpaling dari mu Tentang mu masih sempurna terlukis di kanvas ingatan ku Aku di sini, kota kecil di tanah Pasundan Kamu di mana? Ibu kota terlalu luas untuk ditelusuri Rindu ku padamu tak bertuan Rasa muncul namun tak punya tempat untuk pulang Rindu tak bertuan, Tak tau arah kemana harus pulang Ulangi lagi ingin ku perbaiki Kesalahan, kekanak-kanakan, ingin ku buat sempurna Mengapa rasa gugur, tak bersemi? Adilkah menanggung rasa seorang diri? Ingin ku berlari, teriak menerjang badai Mengapa semudah itu kau lupakanku? Sudahkah hancur lebur kenangan kala itu? Aku merasa hanya jadi korban Korban perasaan yang kau tanam, namun lupa untuk kau tuai - devi Simbolon

Ketika Merindu Dirindukan - Puisi

Tentang rasa yang bersemayam Tak pernah ia tanya siapa yang jadi tuannya Hadir, diam, mencari jalan Bersemi atau gugur, dan mencari persimpangan Sudah lama hati tak lagi merindu jantung tak lagi berdegub sesukanya Ia diam, mungkin putus asa Dewasa itu menakutkan Terpaksa ku harus berpikir kenapa sendiri itu bukan pilihan Tunggu dulu, apa salahnya? Bukankah takaran bahagia berbeda rupa? Kenapa kau paksakan sosial mengerucutkan angan-angan? Entah untuk siapa, Seolah suara ini tak bermakna Semoga saja, Hati pulih dan tak lagi dibalut kemelut - devi Simbolon

Dunia ku kejam, kawan - Puisi

Sepi sekali ku rasa Mencekam seperti di hutan Oh dunia, beginikah dirimu yang sebenarnya? Inikah makna yang harus ku pahami? Tak kusangka semelarat ini cerita ku berlanjut Ku ubah diri tapi aku masih yang dulu Bagaimana seperti mereka? Dikumandangi haha hihi seiya sekata Ku ubah diri tapi aku masih sama Bagaimana seperti mereka? Haruskah aku bertanya lagi? Oh dunia, tak kusangka kau menjauh Cerita hidupku sudah tak menarik, Ingin ku bakar skenario yang tercipta, begitu membosankan, bukan? Kau datang, berpikir keras melaluinya, kemudian pulang menyesalinya Esoknya begitu lagi, Ku rasa aku tiba di titik jenuh masa hidupku Salahkah aku begini? Jawab aku atau aku pergi? Dunia terlalu kejam, kawan - devi Simbolon

Sang Penolak Tradisi - Cerita Pendek (Cerpen)

Gambar
Tepat di tahun ke 29 Nia menapak dan bermukim di bumi. Angka 29 berarti setahun lagi mencapai kepala tiga. Angka haram yang ditakutinya. ‘Akan bagaimana lagi tahun ini? Siapa lagi yang menggerutu selain Ibu dan mbak Ratih?’ Desahnya ditemani dentingan jam dinding kuno berwarna kuning yang memudar hingga terlihat coklat. Baginya, hidup menjadi dewasa sangat menyeramkan. Ia tak paham mengapa ia harus menjadi apa yang Ibu dan mbak Ratih harapkan. Mengapa semesta tak bisa dibantah dengan komitmen? ‘Haruskah berbaur dengan ketakutan dan berteman dengan penderitaan yang selama ini hinggap dan berdiam dalam pikiran ini? Aku tak ingin menikah!’ Tekadnya dalam hati.  "bu, sepertinya Nia mengurung diri" Ratih yang sedang menyiapkan makanan di meja makan langsung angkat bicara setelah berulang kali memastikan matahari sudah benar-benar terbit dari ujung jendela kayu yang sudah reot dan bunyi memprihatinkan.  "sudahlah, nanti kalau lapar pasti keluar. Ibu lelah beradu mul